10 Buku Sederhana namun Sarat Makna




The real challenge is 10 books-no need to think too hard and spend much time though. Buku-buku berikut meninggalkan memori dalam kesederhanaannya, membekas karena dibaca pada moment tertentu, dan beberapa diantaranya mempengaruhi cara berpikir saya. Telah saya posting terlebih dahulu di Facebook untuk menjawab 'tantangan' itu. 


1. Life Story Not Job Title oleh Darwin Silalahi (saya baca tahun 2014).

Kita tidak harus kehilangan atau mengorbankan purpose dan passion kita untuk mempertahankan job title. Inspiring banget! Di tengah kesibukannya , CEO Shell Indonesia ini tidak kehilangan jati dirinya dan justru memanfaatkan posisinya untuk membuat hidupnya dan orang lain lebih bermakna. Banyak menceritakan pelajaran yang dia dapat dari berbagai referensi buku bahasa asing. Untuk yang lemot seperti saya, baca satu buku ini bagaikan mendapat puluhan referensi berharga lainnya.  


2. Creative Muslim oleh Fachmy Casofa (saya baca tahun 2014).

Jadi pemuda muslim harus kreatif! Banyak quote yang saya ambil dari sini. Jangan terjebak di dunia maya, ambil inspirasi boleh saja, namun segera wujudkan dalam tindakan nyata. Hidup itu jangan mengalir seperti air, karena air selalu bergerak dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. Padahal hidup ini harus mengalami peningkatan kan?!


3. Divergent Trilogy oleh Veronica Roth (saya baca tahun 2012 - 2013).

Salah satu kelemahan saya, gak pernah gagal suka dengan kisah perempuan ‘jagoan’ dan gak mainstream. Saya jadi makin tertarik dengan creative writing pasca baca buku ini dan Hunger Games. But later on I think writing fiction seems not my thing. Blog penulisnya saya ikuti dan dia cukup sering memberikan insight tentang proses kreatif. Selama membaca bukunya, saya berkata pada diri saya, I think I’m a divergent. Yee ngaku-ngaku!




4. Hunger Games Trilogy oleh Suzanne Collins (saya baca tahun 2012).

Sebelum demam Divergent, saya demam ini. Mampu meracuni cara berpikir saya tentang media dan acara-acara semacam pemilihan idol. Findings-nya pun lucu. Ceritanya sedang browsing you tube untuk movie thriller. Eh ketemu film ini. Yang bikin menarik justru diskusi di komentarnya yang sibuk membandingkan dengan bukunya. Besoknya saya langsung pesan 1 set lengkap lewat toko buku online. Baru sekitar setahun kemudian saya nonton filmnya di dvd. Menurut saya filmnya justru tidak dapat menangkap esensi dari bukunya. Yang sudah nonton filmnya, rugi kalau ga baca bukunya!


5. Madre oleh Dee (saya baca tahun 2011).

Saya gagal menikmati Supernova maupun Perahu Kertas. Tapi termehek-mehek dengan Filosofi Kopi dan Madre ini. Isinya kumpulan cerpen dan puisi. Favorit saya cerpen Guruji dan puisi Barangkali Cinta. “Barangkali Cinta. Jika tatap matamu membuka pintu menuju jiwa dan aku dapati rumah yang kucari.” Sepertinya saya sedang galau saat itu ya? :p


6. Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken oleh Jostein Gaarder (saya baca tahun 2006).

Sebagai anak yang pernah bercita-cita jadi petugas perpustakaan, maka buku ini langsung menarik minat saya saat membelinya. Kisahnya seru mengingatkan tentang petualangan ala detektif cilik. “Dan aku tahu rasa itu. Namanya INSPIRASI!” Ah betapa jarang kita bersyukur atas setiap inspirasi yang Allah berikan kepada kita. Dan betapa jarang kita bersyukur, padahal cukup dengan menggunakan sebagian kecil otak kita untuk BERPIKIR.


7. Robohnya Surau Kami oleh A.A. Navis (saya baca tahun 2004).

Buku ini banyak mempengaruhi cara berpikir saya di dunia kerja. Menurut saya porsi energi kita harus seimbang antara beribadat pada Allah SWT dengan bekerja. Apalagi kalau kita mampu mengubah mindset kita bahwa kerja juga bagian dari ibadah. Dengan begitu gak akan kejadian pegawai yang rajin sekali ibadatnya namun gak perform di pekerjaannya, padahal sudah digaji (eh curcol?). “Aku berikan kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Engkau kira Aku ini suka pujian, mabuk disembah saja, hingga kerjamu lain tidak memuji dan menyembah saja!”


8. Sheila oleh Torey Hayden (saya baca tahun 2003).

Kisahnya menyayat hati. Tentang anak-anak istimewa yang jiwanya 'berbeda' dengan anak-anak pada umumnya. Saya sempat ‘kecanduan’ serinya: Mereka Bukan Anakku, Sheila Kenangan yang Hilang, Jadie Tangis Tanpa Suara. Sampai seorang teman saya menegur, kok bisa saya membaca Sheila. Kan, … sedih. Believe it or not, sejak saat itu saya gak mau baca kisah-kisah sedih miris menyayat hati lagi. Duh…


9. The Class oleh Erich Segal (saya baca sekitar tahun 1996, mungkin).

Sepertinya buku ini  saya pinjam dari seorang teman. Tentang kehidupan para mahasiswa di Universitas. Saya bacanya waktu baru saja mengecap dunia perkuliahan. Yang pasti, sejak itu jadi berburu buku-bukunya Erich Segal. Love Story yang fenomenal dan sudah difilmkan sempet punya, namun dipinjam seorang teman dan gak kembali, ihik.


10. Ronya Anak Penyamun oleh Astrid Lindgren (saya baca tahun 1993).

Sepertinya buku inilah yang bertanggung jawab atas kecintaan saya terhadap kisah-kisah perempuan jagoan berikutnya. “Ada 3 hal yang perlu diwaspadai Ronya: Grymklo liar, gnoma kelabu, dan para penyamun Borka.”  Sekarang buku ini sudah diwariskan ke Fathia dan dia menikmatinya!

First published 17/9/2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar