![]() |
Agustinus Wibowo, Gd. A.A.Maramis, 24 November 2015 |
Kebetulan sekali pre order bukunya yang dipamerkan di Frankfurt Book Fair, Ground Zero, baru saya terima beberapa hari sebelumnya. Saya memang memulainya dari Titik Nol, baru dilanjutkan ke karya-karya sebelumnya. Titik Nol membuat saya lebih mengenal siapa Agustinus Wibowo, nilai-nilai yang dianutnya, dan makna terdalam perjalanan yang dilakukannya.
![]() |
Ground Zero, Titik Nol versi bahasa Inggris namun tidak sama |
Agustinus Wibowo membuka presentasinya dengan kalimat khasnya, "Hidup ini ibarat sebuah buku, Barangsiapa yang tidak melakukan perjalanan, maka dia berhenti di halaman pertama." Dari artikel liputan dirinya yang pernah saya baca, saya menemukan versi yang agak berbeda di mana saya lebih menyukai versi tersebut. "Hidup ini ibarat sebuah buku. Barangsiapa yang tidak melakukan perjalanan dan memaknainya, maka dia berhenti di halaman pertama."
![]() |
Garis Batas, menjadi bekal perjalanan saya melewati garis batas |
Saya meninggalkan acara setelah sesi Agustinus Wibowo. Memasuki sesi tanya jawab, saya sudah perlu segera pulang. Sebenarnya ingin sekali mengajukan pertanyaan, namun saya sudah merasa jengah dengan pembawa acara yang mengajukan komentar dan pertanyaan konyol untuk seorang Agustinus Wibowo. Setidaknya ia bisa membaca dulu karyanya sehingga mengenali orang yang ia host. Menjadi self reminder juga bagi diri untuk selalu mempelajari terlebih dahulu medan yang akan diterjuni. Sebagai pembicara, penting untuk mengetahui latar belakang acara dan organisasi yang mengundang. Sebagai moderator, penting untuk mengenal lebih dulu para pembicara, latar belakang, dan karya-karyanya.
Perjalanan, Bukan Jalan-Jalan
Saya bukan hardcore traveler dan tidak banyak melakukan perjalanan. Sosial media saya juga sepi tidak dihiasi posting persinggahan di tempat-tempat kekinian maupun foto landscape yang membuat kepo teman-teman. No reason, no judging, simply it's just me being me.
Namun itu semua bukan berarti saya kurang piknik. Tidak berarti wawasan saya sempit. Karena membaca juga dapat membawa saya menyebrangi benua, mendaki puncak tertinggi di tengah rendahnya kadar oksigen dan melintasi padang pasir di bawah sengatan matahari. Dengan membaca saya berjumpa berbagai macam tipe manusia, menyelami beragam adat istiadat setempat dan mengungkap makna perjalanan tersebut, sesuatu yang menurut saya lebih penting dari pada perjalanan itu sendiri.
Tentu saja semua bacaan itu tidak akan berarti jika tidak membawa saya pada perubahan menjadi lebih baik. Sama halnya dengan orang yang melakukan perjalanan namun gagal memaknai perjalanan yang dilakukannya tersebut. Tidak membawa dampak apa-apa kecuali posting foto serta ratusan like dan pujian. Syukur-syukur meninggalkan lokasi dalam kondisi masih terjaga, bukan jejak sisa vandalisme.
Jadi, apakah saya sudah merasa menjadi lebih baik setelah membaca? Tentu ini bukan saya yang dapat menilai. Apakah saya sudah cukup puas dengan bacaan saya sehingga merasa tidak perlu kemana-mana? Tentu tidak. Karena saya pun ingin menuliskan makna perjalanan saya sendiri walaupun sekedar untuk catatan pribadi. Dan perjalanan itu bukan berarti harus ke tempat-tempat kekinian, lokasi wisata atau lokasi terpencil yang belum terjamah media, maupun landscape unik. Karena mengambil hikmah, merangkai makna, dan berupaya menjadi lebih baik, lebih penting dari pada perjalanan itu sendiri. 2016, saya menaruh harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar