[Book Review] Habis Galau Terbitlah Move On di Koran Jakarta

Dari kompor kelas Penulis Tangguh minggu lalu, lahirlah resensi ini. Rubrik Perada Koran Jakarta yang setiap hari memuat resensi buku berbagai genre, dimuat tanggal 17 Desember 2014. Ilmunya dari sini
Bukunya hasil hunting di tengah melaksanakan tugas di Yogya. Sebelum berangkat sudah hunting dimana letak toko buku murah di Yogya. Gak disangka, tempat menginap tidak jauh dari Toga Mas.
Dapatlah buku ini. Kebetulan isinya pas banget sama topik yang lagi trending, dunia pendidikan, termasuk Kurikulum 2013. Saya pernah ngeluarin uneg-uneg tentang itu di sini

Kena gunting Redaksi juga. Di bawah ini aslinya yang saya kirim. Hasilnya bisa dilihat di link Koran Jakarta berikut ini. Ayo, kirim resensi kamu. Untuk beberapa penerbit, bukti hasil resensi bisa berbuah honor dan buku baru juga. Seperti buku terbitan Bentang yang satu ini :)  




Judul                     :   Habis Galau Terbitlah Move On
Penulis                  :   J. Sumardianta
Penerbit                :   Bentang
Tebal                     :   326 halaman
Terbit                    :   November 2014
ISBN                      :   978-602-291-067-1
Harga                    :   Rp63.000
Peresensi              : Dian Handayani, pegawai negeri.

Refleksi Sistem Pendidikan Indonesia dari Seorang Guru
Keputusan Menteri Kebudayaan, Pendidikan Dasar, dan Menengah untuk menghentikan dan melakukan evaluasi menyeluruh terhadap Kurikulum 2013 telah menuai berbagai pendapat. Banyak pro dan kontra terkait hal itu. Mereka yang setuju antara lain berpendapat penerapan kurikulum tersebut terlalu terburu-buru dan tidak memerhatikan kesiapan guru serta sumber daya pendukungnya. Guru dibuat bingung. Akibatnya, kurikulum baru, namun rasa lama. Korbannya siapa lagi kalau bukan murid.
Sedangkan mereka yang tidak setuju, mencemaskan arah masa depan pendidikan di Negara ini. Menurut mereka, sesungguhnya Kurikulum 2013 lebih mengutamakan proses dari pada hasil akhir. Murid diajak berpikir kritis, menemukan, dan menarik kesimpulan dari proses tersebut. Tidak semata menghapalkan materi di buku teks.
Pendapat dan harapan terhadap Kurikulum 2013 ini juga yang menjadi perhatian penulis buku Habis Galau Terbitlah Move On ini, yang tidak lain merupakan guru di SMA De Britto Yogyakarta. Kurikulum 2013 disusun dalam rangka memanfaatkan momentum Negara ini yang sedang dalam kondisi bonus demografi, dimana penduduk produktif lebih dominan. Di masa emas ini lah perubahan harus dilakukan sebelum tenaga produktif menyusut. Maka, Kurikulum 2013 hendak mewujudkan manusia Indonesia yang unggul kompetensi  dan kreativitasnya (halaman 173).
Namun, sehebat apa pun kurikulum baru, supaya solutif dan produktif, harus bisa melepaskan diri dari urusan jual beli buku, administrasi sekolah, dan Ujian Nasional (UN). Di sini tampak penulis tidak hanya mengkritisi industri buku yang belum apa-apa sudah gencar menawarkan produk sesuai Kurikulum 2013, namun juga berusaha menggugah para guru sendiri yang tidak memiliki kreativitas dan sudah merasa nyaman dengan metode mengajar yang konvensional. Strategi mengajar masih mengagungkan hasil akhir, berputar pada metode ceramah dan terpusat pada pengerjaan berbagai latihan soal berpikir tingat rendah (halaman 175).
Kondisi guru di atas tidak terlepas dari jebakan UN yang kerap menjadi momok. Di sini kritik terhadap UN juga dilontarkan. Kurikulum, mau diubah seperti apa pun, bila ujung-ujungnya tetap UN, maka ranah kognitif tetap dianggap simbol prestasi tertinggi, mendewakan Matematika dan IPA serta mengabaikan humaniora dan sastra. Maka, guru terperangkap menjadi manusia bermental kandang, sehingga kurang kreatif dan malas berinisiatif. Para guru belum terbiasa melayani murid dengan beragam gaya belajar. Mereka belum menjadi lentera jiwa yang lebih banyak melayani dan mendengarkan. Mereka suka mengindoktrinasi, menghakimi, dan menjadi agen penerbit buku. Pendidikan mestinya menawarkan pengalaman menarik, aktif, hidup, dan membahagiakan. Membangun lingkungan yang memberikan kesempatan sama bagi tiap murid untuk berhasil (halaman 176).
Ditulis dari sudut pandang seorang guru, buku ini berusaha menggugah para guru maupun pendidik pada umumnya. Penulis pun berbagi pengalamannya dalam mengajar Pendidikan Kewarganegaraan. Sebagai seorang guru, kreativitas dalam mengajar mutlak diperlukan, apalagi terhadap materi yang cenderung abstrak sehingga membosankan karena tidak membumi. Simaklah metode mengajarnya yang tidak konvensional. Menurutnya, melalui metode mengajar yang kreatif, murid akan tersentuh hatinya. Di mana hati diletakkan, di situ proses pembelajaran dimulai (halaman 127).
Buku Habis Galau Terbitlah Move On ini berisi refleksi pandangan dan pengalaman penulisnya di bidang pendidikan. Hidup di zaman digital yang serba cepat dan senantiasa berubah, serta gempuran sosial media yang membuka akses komunikasi dan informasi tanpa batas, membuat kita mudah sekali terjebak dalam sikap galau (pesimis). Namun sebagai manusia, kita telah diberi karunia akal untuk memanfaatkan kemajuan teknologi tersebut dengan cara yang positif. Sebagai makhluk berakal, maka sudah sepatutnya manusia berpikir kreatif dan inovatif serta terus move on (optimis).
  
Isi buku ini terbagi dalam sepuluh bagian yang di dalamnya terdiri dari beberapa artikel inspiratif mengenai cara pandang terhadap hidup pada umumnya dan dunia pendidikan pada khususnya. Kesepuluh bagian tersebut adalah Selamat Datang Satria Pandita Reki; Mengeluarkan Terang dari Gelap, Membawa Matahari Pencerahan; Tamasya ke Negeri Bahagia; Mengubah Tragedi Menjadi Parodi; Pendidik Menebar Kebahagiaan; Mendidik dalam Sunyi; Memberi Gairah pada Hidup; Surplus Optimisme dan Defisit Pesimisme; Thinking New Box; serta Spirit Hidup dari Rumput Hijau.

First published 20/12/2014.

2 komentar:

  1. Judulnya menarik...bnyk penulis berbakat sekarang..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Halo, terima kasih sudah membaca post ini. Kalau penulis buku ini, J. Sumardianta memang sudah banyak karya buku yang diterbitkan

      Hapus