[Bookstore] House of Prose, Dubai

Toko buku antik House of Prose tampak depan.
Dokumen pribadi
Dalam perjalanan 32 jam saya ke Dubai pada pertengahan September 2015, saya berhasil memperoleh me-time sejenak. Waktu di kala para bos beristirahat untuk lanjut menghadiri acara pada malam harinya dan saya tidak harus mengikuti acara tersebut karena memang ditujukan untuk para bos.
Sekitar pukul 16.00 waktu lokal, beberapa jam setiba saya di Dubai, saya diantar oleh Ferdinand, seorang pengemudi berkebangsaan Filipina, ke Jumeirah Plaza. Terletak di Jumeirah Beach Road, plaza tersebut kerap dijuluki the pink mall karena penampakan gedungnya yang berwarna pink dari luar. Bukan tanpa tujuan saya menuju ke sana. House of Prose, sebuah toko buku kecil yang menerima dan menjual buku bekas, banyak dirujuk oleh mesin pencari ketika saya mengetik keyword “bookstore in dubai”.

Berlokasi agak tersembunyi di bagian belakang plaza, saya menemukan House of Prose. Penampakan House of Prose tidak jauh berbeda dengan Jumeirah Plaza sendiri yang terkesan tua. Sangat berbeda dengan Village Palm Street Shopping Malls, mal modern nan megah berlokasi tidak jauh di seberang Jumeirah Plaza.

Rak buku House of Prose. Disusun
berdasarkan genre menurut abjad.
Dokumen pribadi.
Benar kata mesin pencari itu, House of Prose merupakan toko buku yang hangat dan menyenangkan. Dengan pintu kayu dan etalase seperti jaman 80-an, di dalam House of Prose berjejer rak-rak buku yang tingginya hingga mencapai atap. Buku-buku disusun berdasarkan tema dan abjad penulisnya. Novel dewasa tema percintaan hingga kriminal, buku pop-up untuk anak hingga novel anak, dan buku non fiksi berbagai tema. Percakapan bapak tua yang saya duga pemilik tempat ini dan petugas kasir berkebangsaan Filipina menyambut saya ketika membuka pintu. Another Filipino, dengan bahasa Inggris yang fasih dan pembawaan diri yang bersahabat, tidak heran mereka menjadi andalan dunia jasa di Dubai. 

Buku non fiksi selalu menarik minat saya. Namun saya tidak menemukan yang menarik. Antara agak terlalu berat dan topiknya tidak sesuai dengan selera saya. Saya pun beralih ke novel dewasa. Beberapa judulnya menggoda dan saya telah mengambil dua buku yang menjadi pertimbangan saya. Walaupun masih ragu karena temanya agak teenlit.

Suara anak kecil dan ibunya menarik perhatian saya yang kemudian membawa saya ke rak buku anak. Bola mata saya seketika melebar melihat aneka ragam buku anak dengan harga yang sangat bersahabat. Bukan buku baru. Ada beberapa yang sudah diberi nama oleh pemilik sebelumnya. Harganya hanya seperempat buku novel dewasa yang sedang saya timang-timang. Setengah tidak percaya, saya mengklarifikasikan harga tersebut sambil bertanya mengapa harga buku anak jauh lebih murah. Ya, karena itu buku anak! Jawabnya lepas sambil tersenyum.   

House of Prose memberikan loyalty card.
Dokumen pribadi.
House of Prose menyediakan kartu anggota bagi pelanggan setia. Pembeli buku bahkan didorong untuk mengembalikan kembali bukunya ke toko tersebut untuk mendapatkan diskon 50% dari pembelian berikutnya. Cara pintar untuk menarik pelanggan setia. Mengingat Dubai kota yang dipadati ekspatriat dengan ruang tempat tinggal terbatas, ini juga cara cerdas untuk terus memperbarui daftar bacaan tanpa dipusingkan dengan timbunan buku.

Keluar dari House of Prose dengan buku anak-anak buah tangan untuk Fathia dan Aqeela, saya beranjak ke lantai dua untuk melihat-lihat. Sebuah pashmina cantik yang dipajang di Craft Shop menarik perhatian saya. Harga yang ditawarkan membuat saya nyengir dan dengan ramah saya permisi bermaksud untuk melihat-lihat saja. Padahal jika saja saya tau, harga itu hanya sepertiganya dari harga awal yang ditawarkan di Madinat Jumeirah, pasar kuno ala Timur Tengah yang terkenal dan menjadi salah satu tempat wisata yang dituju wisatawan asing karena keunikan suasananya.  

Dome Café di Jumeirah Plaza. Menawarkan menu
internasional. Dokumen pribadi.
Menuruni tangga ke lantai satu, harum kopi dari Dome Café yang terletak tepat di tengah plaza tidak kuasa ditolak. Maksud hati ingin act like a local, tapi yang ada hanya café berasal dari Australia. Makanan yang ditawarkan selera internasional, salad, burger, pasta, dan fish and chips. Saya memesan secangkir cappuccino dan sepotong chocolate cake. Tak disangka chocolate cake yang dihidangkan berukuran jumbo dengan satu cup es krim vanilla, kombinasi yang pas dengan hangatnya lumeran chocolate cake, walau dengan porsi yang berlebihan untuk saya sendiri.
Porsi jumbo untuk seorang mini seperti saya.
Dokumen pribadi.
Sambil melayangkan pandangan ke sekeliling, saya teringat obrolan dengan Ferdinand siang tadi. Dalam perjalanan dia bercerita tentang pengalamannya bekerja di Dubai. Dia tinggal sendiri di Negara ini sementara seluruh keluarganya menetap di Filipina. Saya menangkap kesan dirinya orang yang cerdas dengan selalu mengikuti perkembangan perekonomian global dari berita. Tanpa diduga dia malah memberi nasihat pada saya agar senantiasa bersyukur dengan hidup yang saya jalani dan pekerjaan yang saya miliki saat ini. Sesuatu yang perlu saya ingat dalam perenungan saya. 

Tidak terasa sudah hampir pukul 18.00 waktu setempat. Hari masih terang. Keluar dari Jumeirah Plaza, terpaan hawa panas kembali menyergap wajah saya. Menunggu taxi di pinggir jalan menjadi cobaan tersendiri. Tidak seperti panas Jakarta yang terik dan menyengat, panas di Dubai membuat sulit bernapas. Udara yang dihirup terasa berat memasuki indra penciuman, membuat saya termegap-megap beberapa saat. Untung taxi segera datang. Hembusan AC di dalam taxi membuat saya menghembuskan napas lega.

Toko buku lainnya:
Times Travel, Changi, Singapura.

1 komentar:

  1. membaca tulisan mbak Dini ini seolah saya ikut perjalanannya ke Dubai, menarik mbak :)

    BalasHapus