BON JOVI, Perjalanan 20 Tahun Lalu


Bon Jovi Live in Concert, Jakarta, 11 September 2015
Tahun 2015 menorehkan pengalaman baru bagi saya, yaitu menonton konser. Dari konser rock 'n roll di lapangan terbuka, hingga konser orkestra di gedung kesenian.

Berita rencana kedatangan Bon Jovi kembali ke Indonesia setelah 20 tahun
lamanya melayangkan ingatan saya kembali ke jaman SMA. Tahun 1995 kala itu saya duduk di bangku SMA kelas 2. Bon Jovi merupakan band favorit saya. Jika musik dan lirik NKOTB mengguncang teman-teman masa ABG saya, musik Bon Jovi lebih pas dengan jiwa saya. 

Saat itu, bersama seorang teman, saya berencana menonton konser tersebut dan sudah membeli tiketnya dari hasil mengorek tabungan. Namun di menit-menit terakhir, kesadaran saya pulih. Bayangan orang tua saya yang sedang menunaikan ibadah haji saat itu terus menghantui. Jika mereka di tanah air, belum tentu izin menonton konser keluar. Oh yah, walaupun suka melawan, namun saya tidak suka jalan belakang. Saya membatalkan rencana nonton. Tiket yang telah dibeli saya jual melalui teman saya tersebut. Sampai sekarang saya tidak pernah menerima hasil penjualannya.

11 September menjadi tanggal yang bersejarah. Empat belas tahun lalu, tepatnya 11 September 2001, saya berada di kampus UI Depok selepas kelas Ekstension yang saya ambil setelah jam kerja. Bersama teman-teman seangkatan, kami sedang mengantri menaiki bus kampus yang akan mengantar ke stasiun ketika televisi ramai memberitakan aksi terorisme yang menyebabkan rubuhnya gedung WTC di New York City. 11 September 2015 malam itu, saya bersama ribuan orang di lapangan Istora Senayan menunggu penampilan Bon Jovi. Later that night, kita sama-sama dikejutkan dengan musibah jatuhnya alat berat crane menimpa dan menewaskan banyak jamaah haji di Makkah.  

Jon Bon Jovi, sudah tua masih berkarya.
Album baru Bon Jovi, Burning Bridges
dirilis tahun 2015
Malam itu, saya berdiri di depan panggung bersama ribuan orang dengan usia tidak terpaut jauh dengan saya. Tepat ketika konser akan dimulai, seorang perempuan berpenampilan eksmud di samping saya berkata dengan napas tertahan kepada teman di sampingnya, "Oh my God, this's happening Mel, I can't believe this's happening." Yeah, saya juga rasanya tidak percaya telah 20 tahun berlalu sejak teman saya membawa kabur tiket dan uang saya. Sudah lama saya melupakannya, namun di malam itu, kenangan itu kembali, just like that.

Aksi panggung Jon Bon Jovi tidak seatraktif sebagaimana sering saya lihat pada video-video klipnya jaman muda dulu. Kulitnya  tidak lagi terlihat kencang, rambutnya telah memutih. Tarikan napasnya tidak sekuat dulu, nada suaranya tidak setinggi dalam album-albumnya. Lagu-lagu dengan tempo tinggi sengaja dinyanyikannya dengan tempo rendah. Saya kehilangan Always, namun cukup puas dengan Livin' On A Prayer dan In These Arms.

Berada di lapangan Istora Senayan pada malam itu, bagi saya merupakan refleksi perjalanan yang telah saya tempuh selama 20 tahun terakhir. Diwarnai doa, kerja keras, dan ketekunan, bagaimana keputusan-keputusan yang saya ambil telah mempengaruhi jalan hidup saya. Bagaimana seluruh tantangan dan pengalaman itu telah membentuk saya menjadi pribadi saya sekarang. Bagaimana doa orang tua telah menjaga saya selama ini. Semoga Allah meridhoi langkah ini.

We've got to hold on to what we've got
It doesn't a matter if we make it or not
We've got each other and that's a lot
For love, we'll give it a shot
Half way there
Living on a prayer
Take my hand and we make it I swear
Living on a prayer

2 komentar: