[Book Antology] Ritual Buku

Taman Puring di tahun 1980-an. Itulah salah satu kenangan masa kecil saya bersama Mama. Taman Puring yang berlokasi di Kebayoran Baru kala itu dikenal sebagai surga barang bekas, termasuk buku. Kunjungan ke Taman Puring merupakan kegiatan yang saya idam-idamkan. Tidak sewaktu-waktu di kala sempat. Tidak secara berkala setiap minggu atau bulan. Kunjungan kami ke Taman Puring merupakan bagian dari ritual buku. Ritual yang kami lakukan setiap saya menerima raport.
 Sewaktu saya duduk di bangku sekolah dasar, hadiah setelah menerima raport bukan boneka barbie atau piknik ke villa, melainkan pergi ke Taman Puring. Di sana saya dan Mama akan menjelajahi lapak-lapak kumuh di gang yang sempit dan becek untuk mencari buku bekas. Buku, untuk teman pengisi liburan sekolah saya. Taman Puring menyimpan harta karun yang luar biasa. Koleksi buku yang saya temukan temanya unik, kisahnya antik. Tentang perjuangan seorang guru, tentang berkebun jeruk, bahkan tentang kisah keluarga transmigran. Saya ingat pernah berharap agar rumah kami dilanda banjir besar yang membuat kami harus bertransmigran ke luar pulau Jawa. Memulai hidup baru, di daerah baru. Diberi rumah dan tanah oleh Pemerintah, berjuang mengolah lahan yang ada. Saya menganggapnya sebagai kisah petualang menegangkan khas anak bangsa.

Tapi Mama terkenal pemilih untuk urusan buku ini. Pertama kali saya berkenalan dengan komik hasil pinjaman dari tetangga, saya sangat terkesan dengan serial Richie Rich. Dalam satu kunjungan ke Taman Puring, saya menemukan komik Richie Rich di antara tumpukan komik bekas. Saya ingat dengan suara lirih hampir merengek saya memohon pada Mama untuk membelikan komik itu. Mama tidak suka, sempat memperingatkan saya sebelum akhirnya menarik saya keluar dari sana. Pada musim liburan kala itu, saya tidak memperoleh buku. Sejak saat itu saya berjanji tidak akan merengek lagi.

Obyek bacaan saya lumayan naik derajat dari tahun ke tahun. Mama yang menjadi guru bimbingan belajar privat mendapat pelanggan anak-anak orang kaya. Mereka-mereka yang rumahnya lebih dari sepuluh kali luas rumah kami, dengan pagar super tinggi dan mobil berjejer. Saya ingat Mama bercerita selama setengah jam mengetok-ngetok pintu pagar untuk dapat masuk karena bel rumah rusak. Tapi orang tua mereka sangat baik dan memperlakukan Mama dengan hormat. Mungkin karena anak-anaknya juga merasa cocok diajari oleh Mama. Dan sebagaimana anak-anak orang kaya, koleksi bacaan mereka keren-keren! Serial Trio Detektif. Ah siapa yang gak ikut terhanyut membayangkan punya markas rahasia di tengah tumpukan barang rongsokan? Atau Lima Sekawan? Kisah sekelompok anak gemar bertualang yang justru sering membawa mereka dihadapkan pada kasus-kasus menarik. Belum lagi serial tentang anak-anak di asrama putri yang membuat saya termimpi-mimpi masuk asrama! Malory Towers dan St. Clare, keseruan dan sensasinya tidak akan saya lupa.

Ritual buku itu tidak pernah berubah. Saya teringat betapa buku menjadi motivasi semangat belajar saya di pekan ulangan umum. Mama meminta izin meminjam buku-buku keren itu dari murid-muridnya lalu membuat saya berjanji belajar dengan sungguh-sungguh. Untuk semakin menggoda saya, buku-buku pinjaman itu diletakkan di atas lemari baju yang tinggi yang dapat saya lihat tapi tidak dapat saya jangkau. Dan setelah ulangan umum berakhir, aiiihhh… akhirnyaaa… saya merasa berada di surgaaaa!

*My first contribution in a book project :)
Ibu Dalam Memoriku, diterbitkan oleh Meta Kata.

First published 16/4/2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar