My Book My Journey

Saya tidak terlalu banyak melakukan perjalanan ke luar kota. Dalam setahun bisalah dihitung dengan jari tangan frekuensi kepergian saya. Mungkin karena jarang itu juga, saya jadi senang membawa ‘souvenir’. Bukan, bukan souvenir khas daerah tujuan. Namun buku, yang menjadi kenang-kenangan saya setelah melakukan perjalanan. Sebenarnya tidak juga selalu dalam perjalanan ke luar kota. Bisa jadi hari itu seusai menghadiri suatu acara, atau sedang merasa galau, jalan-jalan ke toko buku, dan jadilah pulang membawa buku baru. Sebagai penanda, biasanya di halaman pertama buku itu akan saya tulis kapan dan dimana saya membelinya, serta pengalaman yang saya alami hari itu. Detil – detil ini bagi saya akan menjadi kenangan tersendiri.

Tentu saja kebiasaan ini berawal setelah saya bekerja, sudah punya uang sendiri. Memang tidak selalu dalam perjalanan ke luar kota. Seingat saya bahkan waktu melanjutkan kuliah di UI, saya pernah membawa pulang buku Salju Kilimanjoro, terjemahan dari karya klasik Ernerst Hemingway yang saya beli di gang sawo. Buku itu dimaksudkan sebagai penanda perjuangan saya bolak-balik Lapangan Banteng – Depok untuk memperoleh gelar sarjana. Perjalanan pertama saya dan suami setelah menikah juga tak luput dari kenang-kenangan buku ini. Dalam perjalanan putar-putar kota Yogya dengan motor pinjaman, tak sengaja kami menemukan toko buku. Buku-buku yang dijual lebih banyak buku klasik bahkan bisa dibilang buku bekas. Di tempat itu saya memperoleh buku Pangeran Bahagia, terjemahan dari The Happy Prince and Other Stories, karya Oliver Wilde.

Kebiasaan ini terus berlanjut ketika mendapat kesempatan sekolah di Melbourne, Australia. Saya membeli banyak buku selama di sini, walaupun hampir semuanya buku bekas dan sebagian besar buku anak-anak seharga 1 atau 2 dollar Australia. Untuk novel, saya lebih senang berburu secondhand book dari situs belanja e-bay. I Don’t Know How She Does It karya Allison Pearson menjadi kemenangan perdana saya mengikuti lelang di e-bay. Belakangan malah saya baru tau kalau buku itu sudah difilmkan dengan Sarah Jessica Parker dan Pierce Brosnan menjadi pemeran utamanya. Namun menjelang kepulangan ada juga saya membeli buku di Borders, toko buku ternama di sana. No God But God alias Tiada Tuhan selain Alloh, karya Reza Aslan. Sekedar penanda bahwa saya pernah belanja di toko buku bergengsi di kota ini. Ketika baru pulang dari Australia saya juga punya kenangan lainnya. Buku 5cm karya Donny Dhirgantoro dan Laskar Pelangi karya Andrea Hirata menemani masa-masa saya kembali pada angkutan umum metro mini dan menghadapi macetnya ibu kota.

Dalam beberapa kesempatan melakukan perjalanan dinas, saya selalu menyempatkan diri mampir ke Periplus di bandara. Buku impor jadi incaran saya. Gaya sekali ya. Mungkin ini semata balas dendam, karena jaman kecil dulu, hadiah naik kelas saya adalah dibawa mama ke Taman Puring, pasar barang bekas di Mayestik, Kebayoran Baru. Buku sekelas terbitan Gramedia terlalu mahal, buku bekas cukup menjadi penghibur. Buku impor. Salah satu buku kenangan saya adalah A World Without Islam karya Graham E. Fuller, mantan pimpinan CIA. Buku itu menandai perjalanan singkat saya ke Surabaya dalam waktu kurang dari 24 jam. Buku impor temuan di bandara lainnya malah buku komik. Sekali lagi ini balas dendam, karena mama tidak pernah mengizinkan saya membeli komik waktu kecil, komik bekas sekali pun. The Smurfs and The Egg hasil temuan di Changi dan The Best of Archie Comics setebal 400 halaman hasil perjalanan Jakarta – Yogyakarta pp dalam waktu 12 jam.

Sewaktu mengawali kebiasaan ini, saya tidak punya tujuan apa pun. Namun setelah sekian tahun, melihat kembali koleksi ini, saya seperti diingatkan kembali dengan jalan dan pilihan yang telah saya tempuh. Terlalu keras rasanya bila menyalahkan diri sendiri atas pilihan buruk yang pernah saya ambil atau kejadian tidak mengenakkan yang menimpa saya. Tapi tidak juga pantas membanggakan diri atas segala keberuntungan dan keberhasilan yang terjadi pada saya. Nyatanya itu semua yang membentuk saya menjadi sekarang ini. Maka tidak habis-habisnya saya mengucap syukur. Alhamdulillah, maka nikmat-Nya mana lagi yang akan kau dustakan.

First published 9/9/2013.

2 komentar:

  1. wah, kebiasaan yang asyik, Dini (y) kapan-kapan pengin nyoba juga, ah :)
    kayaknya sempat beli buku kalau mampirnya agak lama, ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe, kalau perjalanan singkat paling mampirnya ke tobuk mayor gitu bisanya, Yulin. Tapi seru nemu buku yang terkadang pas dengan suasana batin saat itu. Makin seru sih kalo bisa nemu tobuk unik di suatu daerah :)

      Hapus