Menghadapi Deadline Akhir Tahun

Beberapa waktu lalu saya mendapat kesempatan mengikuti pendidikan dan pelatihan dari kantor. Saya sudah mendapat infonya sejak awal bulan, padahal pelaksanaannya baru di minggu ketiga. Tidak sabar rasanya, karena itu berarti juga kesempatan refreshing di tengah rutinitas pekerjaan. Menjelang waktu diklat di awal bulan khususnya, beban pekerjaan saya masih normal. Namun sepertinya saya terjebak dalam suasana tenang, merasa semuanya sudah dalam kendali. Sampai dengan atasan saya mengingatkan beberapa tugas yang masih pending, walaupun belum akan due sampai akhir tahun. Pertanyaan beliau sederhana, tidak juga memarahi, namun saya tersentak karena baru tersadar ternyata banyak detail yang harus saya pikirkan dan kerjakan. Sempat merasa marah pada diri sendiri karena seharusnya saya sudah hafal betul pola pekerjaan yang menjadi tugas saya, dimana beban tertinggi sejak menjelang kuartal keempat sampai dengan akhir kuartal pertama tahun berikutnya.

Saya sudah kembali dari diklat saat ini. Dan itu berarti banyak yang harus saya kejar walaupun selama pergi mengikuti diklat beberapa pekerjaan sudah saya delegasikan kepada tim saya. Ada saat dimana saya tidak fokus, karena kepala ini terasa penuh dengan berbagai ide yang melintas bercampur antara satu tugas dengan yang lain, diiringi dengan kecemasan apakah saya akan dapat menyelesaikannya pada waktunya. Kalut. Pernah mengalami hal ini? Ketika kaki sudah siap berlari, mata sudah mengarah pada target, namun merasa bingung ketika mau melangkah, ke arah mana dulu, apa dulu yang harus dikerjakan. Berikut pelajaran yang saya ambil dari pengalaman ini.

Buat daftar (dalam tulisan tangan).
Untuk memetakan seluruh ‘tantangan’ yang dihadapi, saya membuat daftar pekerjaan yang harus saya selesaikan. Ya, saya menggunakan istilah tantangan di sini, terkait juga dengan isi diklat yang baru saya ikuti. Diklat yang sangat menarik, akan saya tuliskan di lain waktu. Daftar tersebut saya uraikan dalam bentuk output yang harus dicapai dan apa langkah yang harus saya kerjakan untuk mencapainya. Saya juga menuliskan ide yang terpikir dan tidak boleh terlupa yang saya anggap penting dan harus menjadi bagian dari output tersebut. Setelah daftar tersusun, baru saya beri nomor menurut urutan prioritas. Itu semua saya tuangkan dalam tulisan tangan. Konon katanya kerja otak akan lebih maksimal bila kita mengoptimalkan indera kita juga. Bisa jadi lebih banyak ide yang terpikir selagi kita menggunakan panca indera kita, dalam hal ini menggerakkan tangan untuk menulis.

Buat jadwal termasuk waktu deadline.
Saya biasa memanfaatkan template kalender bulanan yang ada di program microsoft office visio. Template itu dapat kita temukan dalam fungsi project schedule. Dalam satu lembar, sudah tersedia kotak-kotak yang mewakili setiap hari dalam bulan tersebut. Biasanya saya akan mengetik beberapa hal mendasar dulu di tiap kotak yang saya anggap menjadi deadline saya. Setelah itu saya print dan tidak tertutup kemungkinan saya akan menuliskan lebih banyak lagi di lembar tersebut. Saya juga mencantumkan hari-hari dimana anggota tim saya mendapat tugas lain sehingga tidak akan berada di tempat. Dengan demikian saya mengetahui persis sumber daya yang saya miliki pada setiap waktu.

Diskusikan.
Setelah berhasil memetakan seluruh tantangan, menguraikan langkah yang harus dilaksanakan, serta sumber daya yang dimiliki, saya berdiskusi dengan tim saya. Forum diskusi ini juga ditujukan agar kami semua memiliki informasi yang sama dan setara untuk pelaksanaan tugas kami. Yang biasa saya lakukan adalah bertanya dulu bagaimana perkembangan pelaksanaan tugas mereka serta kendala yang dihadapi. Termasuk ide masing-masing terkait tugas tim kami. Sembari menyimak uraian mereka, saya juga mencocokkan dengan kertas kerja yang telah saya buat. Membuat catatan hal-hal yang ternyata terluput dari saya.

Delegasikan.
Selain kertas kerja saya, saya juga telah mencatat status pekerjaan, ide-ide baru, bahkan mungkin ‘masalah’ baru yang sebelumnya tidak terpikir. Itu semua diramu bersama catatan pada kertas kerja saya, seharusnya saya sudah bisa mengambil kesimpulan dan merumuskan langkah berikutnya. Selanjutnya delegasikan. Setiap anggota tim biasanya sudah memiliki tugas masing-masing. Yang saya lakukan adalah mempertegas kembali pelaksanaan tugas tersebut. Hanya lebih rinci kali ini. Lengkap dengan target-target jangka pendek serta deadline masing-masing. Semua itu untuk mencapai tujuan akhir, penyelesaian tugas kami.

Perlu pertemuan rutin?
Mungkinkah ‘kekalutan’ saya beberapa waktu terakhir akibat saya tidak terbiasa mengadakan pertemuan rutin? Beberapa organisasi biasa mengadakan pertemuan rutin, biasanya di awal minggu, untuk memastikan setiap orang tau apa yang akan dilakukan serta berada pada jalur yang benar dalam pelaksanaan tugasnya. Sebagai informasi, yang saya maksud dengan tim saya di sini adalah saya beserta 2 orang anggota. Ini pun termasuk kemewahan yang saya dapat karena rata-rata teman saya hanya memiliki 1 orang anggota. Memang saya tidak terbiasa mengadakan pertemuan rutin yang terjadwal, karena menurut saya hal itu akan membuat pertemuan-pertemuan kami hanya rutinitas belaka. Itu menurut saya… Bagaimana menurut kalian?

Gambar diambil dari sini.

First published 1/10/2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar